Bagaimana sebuah negara dapat mempertahankan eksistensinya jika orang-orang yang berada dalam negara terebut saling mengkotakkan darinya masing-masing? Jika hal itu yang terjadi, maka yang akan terjadi adalah kerapuhan dan bukan persatuan.

Indonesia bisa berdiri karena adanya kesamaan tujuan yang ingin dicapai oleh para pemuda pada awalnya, yakni untuk bebas dari jerat imperialisme dan kolonialisme. Oleh satu tekad inilah, segala perbedaan dihilangkan untuk mencapai kemerdekaan. Jika saja para pendiri negara ini sewaktu itu masih memikirkan tentang bagaimana suku, agama, dan keturunan mereka, maka niscaya Indonesia tidak akan pernah dikenal dalam peta dunia.

Indonesia didirikan bukan dengan dasar asal-asalan. Sebuah perjalanan panjang untuk menentukan sebuah dasar negara. Ketika mereka dihadapkan pada berbagai perbedaan, maka mereka menghasilkan sebuah dasar yang berusaha untuk mempersatukan. Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

Hilang (?)

Dua dasar itu sudah berumur cukup tua, yakni menginjak usia 64 tahun. Sudah merupakan umur yang cukup bagi ukuran seorang manusia untuk pensiun di masa kerjanya. Namun, apakah dua dasar ini patut untuk dipensiunkan? Jika tidak, mengapa yang terjadi pada zaman sekarang, justru yang terjadi seperti mencerminkan dua dasar ini yang seolah-olah hilang dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?

Saya menyebut dua hal ini “seolah-olah hilang” disebabkan karena satu hal, yakni karena dua dasar ini tidak akan pernah hilang secara eksplisit, namun hilang secara implisit. Oleh sebabnya, dua dasar ini tidak pernah hilang secara nyata. Mereka senantiasa untuk dipajang di antara dua orang paling berkuasa di negeri ini. Mereka ada di bawah perlindungan sang burung garuda. Mereka tidak pernah hilang karena akan selalu kita lihat, namun mereka hilang dalam hati dan jiwa kita.

Konflik antar agama dan suku yang terjadi di berbagai tempat, bisa menunjukkan betapa rapuhnya implementasi sila pertama dan ketiga dari Pancasila serta menunjukkan bagaimana konsep Bhinneka Tunggal Ika yang tidak diimplementasikan dengan baik. Penegakkan HAM yang masih minim, badan-badan pemerintahan yang cenderung kotor, kesejahteraan rakyat yang tidak cenderung meningkat, menunjukkan bagaimana sila kedua, keempat dan kelima masih juga cenderung diabaikan. Lantas, dimana letak Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika di zaman sekarang? Untuk apa mereka berada di segala tempat jika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita tidak mengindahkannya?

Hambatan dari dalam

Bung Karno, sang proklamator, pernah berkata, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

Dalam perkataan beliau, sudah nampak jelas bahwa apa yang menjadi substansi ke depan bagi rakyat Indonesia adalah sebuah perjuangan untuk mengatasi hambatan dari dalam dan bukan lagi dari luar, karena Soekarno sendiri telah menyudahi penjajahan di Indonesia ini dengan memproklamirkan berdirinya Negara Kesatuan Rpublik Indonesia.

Di negara ini, masih banyak yang berjuang atas nama agama, suku, golongan, dan ras. Masing-masing beranggapan bahwa dirinya lebih baik dari yang lain. Hal inilah yang menjadi kesalahan. Adanya perbedaan bukan dipandang sebagai sebuah kekayaan bangsa yang seyogyanya dipertahankan dan dilesatrikan, melainkan dipandang sebagai sesuatu yang bisa menyulut konflik berkelanjutan.

Mengatasi hambatan yang berasal dari luar memang lebih mudah, sebab semua perbedaan bisa segera dihilangkan untuk mengatasi hambatan tersebut. Lain halnya ketika hambatan itu berasal dari dalam, sebab masing-masing kelompok memiliki ego masing-masing.

Apa yang bisa menghentikan ini adalah dengan kembali kepada Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, mengimplementasikan secara serius dan total dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Dua dasar inilah yang akan mempersatukan dan menjawab tantangan Soekarno dalam menghadapi hambatan dari dalam.

Sudah seyogyanya dua dasar ini bukan hanya terletak sebagai sebuah pajangan yang dianggap membanggakan. Tanpa implementasi yang sungguh-sungguh, pajangan ini tidak bisa dikatakan membanggakan, melainkan memalukan karena hanya sebagai sebuah wacana kosong.

Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika tidak boleh dipensiunkan sebagai sebuah dasar negara. Mereka adalah sebuah dasar yang hingga kapanpun tidak bisa dipensiunkan, tidak bisa digantikan, apalagi dihilangkan. Tanpa mereka, Indonesia hanya akan berjalan setapak demi setapak menuju jurang kehancuran.