Doktrin Islam yang paling sering dipakai sebagai landasan adanya pengaturan masalah publik adalah amar ma’ruf nahy munkar. Pada tingkat praksis, implementasi doktrin ini acapkali bersinggungan dengan mekanisme dan aturan main yang berlaku. Kasus razia Front Pembela Islam (FPI) yang terjadi di malam Isra Mi’raj yang lalu misalnya, menunjukkan untuk kesekian kali bahwa ruang publik yang seharusnya netral selalu diintervensi oleh aspirasi religius kelompok tertentu yang ironisnya mengabsahkan kekerasan. Bagaimana menyikapi kemaksiatan yang bersembunyi di balik bisnis hiburan? Apakah bisa menegakkan amar ma’ruf nahy munkar, suatu pesan suci Ilahi, dengan cara-cara yang justru menodai kesucian itu sendiri?
Indonesia bisa berdiri karena adanya kesamaan tujuan yang ingin dicapai oleh para pemuda pada awalnya, ingatlah isi dari sumpah pemuda 1908 :
Pertama
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kedua
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. ini semua dilakukan agar kita bisa bebas dari jerat imperialisme dan kolonialisme. Oleh satu tekad inilah, segala perbedaan dihilangkan untuk mencapai kemerdekaan. Jika saja para pendiri negara ini sewaktu itu masih memikirkan tentang bagaimana suku, agama, dan keturunan mereka, maka niscaya Indonesia tidak akan pernah dikenal dalam peta dunia.
marilah kawan, Tuhan menciptakan kita berbeda-beda, beda agama, beda suku, beda bangsa, beda negara, dan beda ras, tetapi janglah karna itu kita terpisah dan hancur lebur, bila kita masih memikirkan masalah perbedaan ini kapan kita bisa memikirkan hal-hal yang bisa membuat negara Indonesia bisa maju dan berkembang, Indonesia sudah terlalu jauh tertinggal dengan bangsa lain.
semoga berguna..
(dari berbagai sumber dan referensi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar